Newest Post

Tes Kepribadian EPPS

| Selasa, 13 Desember 2016
Baca selengkapnya »
Nama anggota kelompok:
Achmad Salman D                 (10513097)
Allysa Puspacinta                   (10513711)
Andiani Dini Putri                  (10513877)
Anisa Rahma Hanifa              (11513078)
Dicky Noviandi R                  (12513423)
Dinda Deniati Pandini            (12513549)
Nurfadillah Ami Santika        (19513781)

EPPS
1.    Sejarah tes EPPS
Psikolog Amerika Henry Murray mengembangkan teori kepribadian yang diselenggarakan dalam hal motif, menekan, dan kebutuhan. Murray menggambarkan kebutuhan sebagai potensi atau kesiapan untuk merespon dengan cara tertentu dalam keadaan tertentu diberikan.
Teori kepribadian berdasarkan kebutuhan dan motif menunjukkan bahwa kepribadian kita adalah refleksi dari perilaku yang dikendalikan oleh kebutuhan. Sementara beberapa kebutuhan bersifat sementara dan berubah, kebutuhan lain yang lebih mendalam duduk di alam kita. Menurut Murray, kebutuhan-kebutuhan psikogenik berfungsi sebagian besar pada tingkat bawah sadar, tapi memainkan peran utama dalam kepribadian kita.
Kepribadian Form Penelitian dan Jackson Personality Inventory juga terstruktur tes kepribadian berdasarkan teori Murray kebutuhan tapi dibangun sedikit berbeda dari EPPS dengan harapan validitas meningkat.
Tes EPPS ini telah diterbitkan dalam jangka waktu yang lama oleh The Corporation Psikologis, dan sekarang dikenal dengan Penilaian Harcourt. Pada tahun 2002 hak penerbitan di seluruh dunia dikembalikan pada Harcourt Allen L. Edwards Life Trust. Untuk wilayah Eropa, EPPS diterbitkan oleh Dimensi Test.
Dikembangkan oleh psikolog dan University of Washington profesor, Allen L. Edwards, EdwardsPersonal Preference Schedule (EPPS) adalah pilihan paksa, obyektif, persediaan kepribadian non-proyektif. Target audiens di antara usia 16-85 dan memakan waktu sekitar 45 menit untuk menyelesaikan. Edwards, yang merevolusi penelitian psikologi dengan teknik statistik baru, berasalkonten pengujian dari teori sistem kebutuhan manusia yang diusulkan oleh Henry Alexander Murray,yang mengukur rating individu dalam lima belas kebutuhan normal atau motif. The EPPS dirancang untuk menggambarkan relatif pentingnya individu beberapa kebutuhan yang signifikan dan motif. hal ini berguna dalam situasi konseling ketika tanggapan ditelaah dengan terperiksa.
EPPS adalah salah satu tes verbal, dimana karena sifat-sifat dari tes verbal ini bisa membuat individu menjadi waspada, sehingga bisa saja berbohong. Namun harus diingat bahwa korelasi antara apa yang dicerminkan keluar dengan keadaan ”dalamnya” mempunyai korelasi yang tinggi (0,871).
EPPS dituangkan dalam bentuk forced choice technique (fct), sesuai dengan kehidupan sehari-hari merupakan pencerminan keadaan sehari-hari, dimana individu dipaksakan untuk memilih sesuatu dan implisit berarti menolak yang lain. Di sini individu harus memilih salah satu pernyatan yang lebih disukainya.
EPPS merupakan tes kepribadian yang bersifat verbal dan memakai forced choice technique (fct). Sifatnya memilih, diantarkan kepada pilihannya (walaupun dasarnya juga alternatif, A atau B namun disertai kata-kata yang sifatnya mengantar kepada pilihannya). Tes kepribadian ini untuk melihat kecenderungan kebutuhan-kebutuhan seseorang. Menurut Edwards (1953) kebutuhan-kebutuhan seseorang dapat diklasifikasikan ke dalam 15 golongan yang dibuat berdasarkan daftar kebutuhan pokok manusia, yang disusun oleh Henry Murray dan kawan-kawan (1938).

2.    Pengertian tes EPPS
Tes EPPS (Edward Personality Preference Schedule) merupakan tes kepribadian yang mengukur tingkat kepribadian seseorang. Tes ini dikembangkan menurut teori kepribadian H. A Murray, yang mencakup 15 kebutuhan yang harus dimiliki manusia. Edward menyiapkan beberapa butir soal sesuai dengan kebutuhan itu. Tes ini biasanya digunakan orang-orang yang akan memasuki dunia pekerjaan. (Karmiyati & Suryaningrum, 2005).
Salah satu tes kepribadian adalah EPPS atau Edward Personal Preference Schedue. EPPS adalah tes untuk mengukur kecenderungan-kesenderungan yag kita sukai dan megenai perasaan dalam bentuk soal-soal berpasangan.perlu diketahui bahwa penyataan tersebut bisa keluar berulang di soal lain, sehingga ada perlu memperhatika kosistensi anda.Tes ini digunakan untuk mengetahui 15 variabel kepribadian seseorang.(Tim Bintang Edukasi,2016)
Berdasarkan pendapat para ahli diatas EPPS atau Edward Pesonal Preference Schedule adalah salah satu tes kepribadian yang mengukur tingkat kepribadian seseorang. Tes ini dikembangkan menurut teori kepribadian H. A Murray, yang mencakup 15 kebutuhan yang harus dimiliki manusia. tes ini untuk mengukur kecenderungan-kesenderungan yang kita sukai dan megenai perasaan dalam bentuk soal-soal berpasangan.

3.        Tujuan dan manfaat
Tes EPPS untuk mengungkap 15 need yang ada pada diri seseorang. Bentuk tes EPPS berupa pasangan-pasangan pernyataan berjumlah 225 pasang. Tugas subyek adalah memilih satu pernyataan dari pasangan-pasangan pernyataan yang disajikan yang cocok atau sesuai dengan dirinya. Dari 225 pasang pernyataan ada 15 pasang yang sama.
Tujuannya adalah untuk mengetahui kesungguhan atau konsistensi subyek dalam mengerjakan tes. Apabila konsisten dapat dikatakan bahwa subyek bersungguh-sungguh dalam mengerjakan tes dan menjadi valid untuk diskor. Standar konsistensi pengerjaan EPPS adalah 14, namun di Indonesia konsistensi 9 sudah dapat dikatakan valid untuk diskor (Karmiyati & Suryaningrum, 2005). Dalam menjawab item-item EPPS, subyek memiliki kecenderungan untuk melakukan press. Untuk menyiasati hal tersebut, Edward berusaha membuat pasangan-pasangan pernyataan imbang, jumlahnya antara yang mengandung press dengan yang tidak. Dari EPPS akan dihasilkan suatu need profil atau kepribadian seseorang. Hal ini sifatnya ipsative, yaitu untuk membandingkan need profil seseorang dengan yang lain harus dibandingkan keseluruhan need profil tersebut dan bukan setiap need-nya. Membandingkan setiap need dari seseorang hanya boleh dilakukan bila bersifat kelompok (Karmiyati & Suryaningrum, 2005).

4.        Langkah-langkah alat tes
  1. Instruksi EPPS
Berikut ini instruksi yang harus dilakukan Testee (orang yang melakukan tes) dalam menyelesaikan tes  kepribadiaan EPPS:
1)        Testee memilih satu dari dua pernyataan yang telah disediakan (A atau B) yang lebih menggambarkan dirinya.
2)      Apabila dua pernyataan tersebut sama-sama tidak disukai atau sama-sama disukai, testee tetap harus memilih mana yang lebih khas menggambarkan dirinya.
3)      Pilihan harus berdasarkan perasaan testeetidak berdasarkan apa yang dianggap wajar.
4)      Tidak ada jawaban benar atau salah.
5)      Jangan ada item yang terlewati.

b.      Langkah-langkah Pengerjaan Tes EPPS Secara Online
1)      Testee diminta untuk mengisi form biodata
       

2)      Form digunakan testee untuk melakukan tes secara online, setelah testee mengisi biodata. Pada form ini, ditampikan informasi tentang: nomer tes, waktu yang telah digunakan, tombol mulai tes, tombol untuk menuju nomer tes tertentu, tombol untuk menampilkan jawaban tes yang telah diisi oleh testee, tombol untuk kembali ke nomer tes sebelumnya atau ke nomer tes selanjutnya dan tombol selesai.
       

3)      Form isi tes manual dibawah ini digunakan untuk mengisi hasil tes kepribadiaan EPPS yang dilakukan secara manual terlebih dahulu (diisi oleh testee dikertas).
       

4)      Didalam form hasil analisa, otomatis akan ditampilkan hasil 15 Need dengan kategori: sangat rendah, rendah, cenderung rendah, rata-rata, cenderung tinggi, tinggi dan sangat tinggi. Hasil Cons (consistency) juga ditampilkan dengan hasil deskriptif  VALID atau NOT VALID. Isian Interpretasi disediakan untuk menampung catatan interpretasi pihak yang berkompeten didalam membaca hasil analisa tes kepribadiaan EPPS.
5)      Hasil analisa tes EPPS disediakan dalam bentuk laporan untuk memudahkan membaca hasil tersebut.
       


5.      Tahapan tes EPPS
a.       Tahapan dalam bentuk flowchart


Hak Akses Pengguna
Pada pengembangan aplikasi tes kepribadian EPPS terdapat 2 user : Administrator dan User, dimana masing-masing user tersebut dibedakan berdasarkan hak aksesnya.
a)      Administrator
Mempunyai hak akses pada keseluruhan data master, proses tes dan penyajian laporan.
b)      User
Hanya mempunyai hak akses melakukan tes secara online.


6.        Perbandingan tes kepribadian EPPS manual dengan komputer
Tes EPPS Berbasis Komputer merupakan tes yang diselenggarakan dengan menggunakan komputer. Karakteristik dari tes menggunakan komputer ini sebenarnya sama dengan tes EPPS manual yaitu menggunakan satu perangakat tes dengan isi dan panjang tes yang sama. Perbedaannya terletak pada teknik penyampaian butir soal yang tidak lagi meggunakan kertas (paper), baik untuk naskah soal maupun lembar jawaban. Sistem skoring atau koreksi langsung dilakukan oleh komputer. Dan biasanya peserta tes bisa mengerjakan dan melihat butir soal dari nomor pertama sampai dengan terakhir.  Tes EPPS berbasis komputer lebih mudah dan tidak memerlukan alat tulis apapun seperti penggunaan tes EPPS manual.
7.        Kesimpulan dan Saran
Jadi dapat disimpulkan EPPS atau Edward Pesonal Preference Schedule adalah salah satu tes kepribadian yang mengukur tingkat kepribadian seseorang. Tes ini dikembangkan menurut teori kepribadian H. A Murray, yang mencakup 15 kebutuhan yang harus dimiliki manusia. Tes ini untuk mengukur kecenderungan-kecenderungan yang kita sukai dan megenai perasaan dalam bentuk soal-soal berpasangan. Tujuan dari EPPS adalah untuk mengetahui kesungguhan atau konsistensi subyek dalam mengerjakan tes. Perbedaan EPPS manual dengan sistem komputer terletak dari alat yang digunakan. Mahasiswa psikologi dan psikolog diharapkan memahami dan mengaplikasikan test menggunakan EPPS online karena penggunaan teknologi semakin berkembang dan kita harus memanfaatkan teknologi sebagai sarana maupun media yang dapat memudahkan dalam pelaksanaan test psikologis.

Daftar pustaka

Karmiyati., Diah., & Suryaningrum, C. (2005). Pengantar Psikologi Proyektif. UMM Press. Malang

Tim Bintang Edukasi. (2016). Big Job Test Terlengkap.  Edisi Pertama. Jakarta: Tim Bintang Wahyu.

Amelia, T., & Indriyanti, R. (2010). Pengembangan aplikasi tes kepribadian menggunakan metode edward’s personal preference schedule (epps). In: Seminar Nasional Sistem & Teknologi Informasi (SNASTI).


Tes Kepribadian EPPS

Posted by : Unknown
Date :Selasa, 13 Desember 2016
With 1 komentar:

Sistem informasi psikologi (tugas 2)

| Selasa, 01 November 2016
Baca selengkapnya »

  1. Elemen sistem
    Definisi
    Menurut Susanto (Dalam Djahir dan Pratita, 2014), sistem adalah kumpulan/grup dari               subsistem/bagian/komponen apapun, baik fisik maupun non fisik yang saling berhubungan satu sama lain dan bekerja secara harmonis untuk mencapai tujuan tertentu.
    Elemen sistem adalah bagian terkecil sistem yang dapat diidentifikasi. Input-output adalah kerangka yang bermanfaat untuk mengevaluasi operasi sistem (analisis proses) dan menentukan alternatif-alternatif untuk peningkatan performansi sistem (anlisis hasil akhir) Lingkungan sistem adalah kumpulan obyek dimana perubahannya akan mempengaruhisistem dalam batas-batas tertentu (Widiastusti, 2014)

    Tujuan
    Hall (2007) Sistem harus mengarah ke satu atau beberapa tujuan. Apakah suatu sistem dapat memberikan ukuran waktu, daya listrik, atau informasi, sistem tersebut tetap harus mengarah ke suatu tujuan. Jika sebuah sistem tidak lagi mengarah ke sebuah tujuan, maka sistem itu harus diganti.

    Mekanisme kontrolPemasukan (Input). Menurut Susanto (dalam Djahir dan Pratita, 2014) input merupakan segala sesuatu yang masuk kedalam suatu sistem. Input dapat berupa energi, manusia, data, modal, bahan baku, layanan dan lainnya. Input merupakan pemicu bagi sistem untuk melakukan proses yang diperlukan.

    Pengolahan. Menurut Susanto (dalam Djahir dan Pratita, 2014) proses merupakan perubahan dari input menjadi output. Proses bisa dilakukan oleh mesin atau orang, ataupun computer. Kombinasi input serta urutan yang berbeda untuk menghasilkan output yang bermacam-macam menjadikan proses itu sangat kompleks. Proses mungkin berupa perakitan yang menghasilkan satu macam output dari berbagai macam input yang disusun berdasarkan aturan tertentu.

    Output. Menurut Susanto (dalam Djahir dan Pratita, 2014) output merupakan hasil dari suatu proses yang merupakan tujuan dari keberadaan sistem. Pada sistem informasi, keluaran bisa berupa suatu informasi, saran, cetakan laporan, dan sebagainya.
  2. Karakteristik Sistem
    Fatta (2007) Berikut adalah karakteristik sistem yang dapat membedakan suatu sistem dengan lainnya:
    Memiliki komponen (component). Kegiatan atau proses dalam suatu sistem yang mentransformasikan input menjadi bentuk setengah jadi (output). Komponen bisa berupa subsistem dari sebuah sistem.
    Memiliki Batasan (boundary). Penggambaran dari suatu elemen atau unsur mana yang termasuk di dalam sistem dan mana yang di luar sistem
    Lingkungan (environment). Segala sesuatu diluar sistem, lingkungan yang menyediakan asumsi, kendala dan input terhadap suatu sistem.
    Penghubung (interface). Tempat di mana komponen atau sistem dan lingkungannya bertemu atau berinteraksi
    Masukan (input). Sumber daya (data, bahan baku, peralatan, energi) dari lingkungan yang dikonsumsi dan dimanipulasi oleh suatu sistem.
    Keluaran (output). Sumber daya atau produk (informasi, laporan, dokumen, dan tampilan) yang disediakan untuk lingkungan sistem oleh kegiatan dalam suatu sistem
    Pengolahan sistem (process). Suatu sistem dapat mempunyai suatu bagian pengolah yang akan mengubah masukan menjadi keluaran
    Sasaran atau tujuan. Tujuan yang ingin dicapai oleh sistem, akan dikatakan berhasil apabila mengenai sasaran atau tujuan.
  3. Model Sistem Informasi Psikologi
    Contoh dari sistem informasi psikologi yang berbasis komputer adalah situs theinkblot.com. Pada situs ini, terdapat penyajian tes Rorschach online. Psikologi sendiri berbicara tentang manusia. jika digabungkan, sistem informasi psikologi mencangkup : Hardware, Software, People, Procedurs, Data dan manusia. Hardware dan software sebagai mesin sedangkan prosedur dan manusia sebagai pelaku, Dan data berfungsi sebagai jembatan dari keduanya. Sistem informasi bisa dimanfaatkan oleh pelaku psikologi untuk membantu mereka saat penghitungan skor dalam beberapa tes psikologi.

    Daftar Pustaka:
    Djahir. Y., & Pratita, D. (2014). Bahan ajar sistem informasi manajemen. Yogyakarta:         Deepublish.
    Fatta, H.A. (2007). Analisis dan perancangan sistem informasi untuk keunggulan bersaing perusahaan dan organisasi modern. Yogyakarta: ANDI
    Widiastuti, R (2014). Komponen elemen-elemen sistem. http://raniwidiastuti.blogspot.co.id/2014/11/komponen-elemen-elemen-sistem.html diakses 01 November 2016
    Dipa, M (2013). Sistem Informasi Psikologihttp://blog2future.blogspot.co.id/2013/10/pengertian-sistem-informasi-psikologi.html diakses diakses 01 November 2016

Sistem informasi psikologi (tugas 2)

Posted by : Unknown
Date :Selasa, 01 November 2016
With 0komentar

Sistem Informasi Psikologi

| Minggu, 02 Oktober 2016
Baca selengkapnya »

1. Pengertian Sistem
  • Dalam KBBI sistem merupakan perangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas.
  • Menurut Marimin Dkk (2006) Sistem adalah suatu kesatuan usaha yang terdiri dari bagian-bagian yang berkaitan satu sama lain yang berusaha mencapai suatu tujuan dalam suatu lingkungan kompleks.
  • Menurut Jogianto (dalam Hutahaean, 2014) Sistem adalah kumpulan dari elemen-elemen yang berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
  • Murdick (dalam Hutahaean, 2014)  mengartikan sistem adalah seperangkat elemen yang membentuk kumpulan atau prosedur-prosedur/bagan-bagan pengolahan yang mencari suatu tujuan tertentu.
  • Berdasarkan pengertian para ahli tersebut dapat diambil kesimpulan pengertian sistem merupakan seperangkat unsur atau elemen yg secara teratur saling berkaitan untuk mencapai tujuan tertentu.
2. Pengertian Informasi
  • Kusrini & Koniyo, A (2007) mengartikan informasi sebagai data yang sudah diolah menjadi sebuah bentuk yang berarti bagi pengguna, yang bermanfaat dalam pengambilan keputusan saat ini atau mendukung sumber informasi.
  • Menurut Laudon (dalam Gaol, 2008) informasi adalah data yang sudah dibentuk ke dalam sebuah formulir bentuk yang bermanfaat dan dapat digunkan untuk manusia.
  • Menurut Moeliono (dalam Gaol, 2008) informasi adalah penerangan, keterangan, pemberitahuan, kabar atau berita. bahan nyata yang dapat dijadikan dasar kajian analisis atau kesimpulan.
  • Davis (dalam Gaol, 2008) mengartikan informasi sebagai data yang telah diolah/diproses ke bentuk yang sangat berarti untuk penerimanya dan merupakan nilai yang sesungguhnya atau dipahami dalam tindakan atau keputusan yang sekarang atau nantinya.
  • Dapat disimpulkan informasi merupakan data yang berbentuk keterangan atau berita yang diproses yang berguna untuk pengambilan keputusan sekarang atau nantinya.
3. Pengertian Psikologi
  • Wundt (dalam Basuki, 2008) psikologi merupakan ilmu tentang kesadaran manusia (the science of human consciousness). Dalam psikologi, keadaan jiwa direfleksikan dalam kesadaran manusia.
  • Morgan (dalam Basuki, 2008) berpendapat bahwa psikologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari perilaku manusia dan binatang.
  • Plotnik (dalam Basuki, 2008) psikologi merupakan studi yang sistematik dan ilmiah tentang perilaku dan proses mental.
  • Branca (dalam Basuki, 2008) psikologi adalah ilmu pengetahuan tentang perilaku manusia.
  • Dapat disimpulkan psikologi adalah ilmu jiwa yang mempelajari perilaku manusia, kesadaran, dan proses mental
Sistem informasi psikologi dapat diartikan Unsur atau elemen yang berbentuk dalam data dan keterangan untuk yang berkaitan dengan ilmu psikologi yang berguna untuk pengambilan keputusan.
Contohnya berupa Alat tes psikologi yang dapat diolah menggunakan komputer sehingga data yang dihasilkan akan lebih cepat dan akurat untuk menenukan keputusan.

Daftar pustaka:
KBBI online. http://kbbi.web.id/sistem. diakses 2 Oktober 2016
Marimin. 2006. Sistem Informasi manajemen. Jakarta: PT Grasindo
Hutahaean, J. 2014. Konsep Sistem Informasi. Yogyakarta: Deepublish
Kusrini., Koniyo, A. 2007. Tuntunan praktis membangun sistem informasi akuntansi dengan visual            basic. Yogyakarta: Andi Offset
Gaol, J,L. 2008. Sistem Informasi Manajemen. Jakarta: PT Grasindo
Basuki, A.M.H. (2008). Psikologi umum. Depok: Universitas Gunadarma.


Sistem Informasi Psikologi

Posted by : Unknown
Date :Minggu, 02 Oktober 2016
With 0komentar

Terapi Humanistik

| Sabtu, 18 Juni 2016
Baca selengkapnya »

A.  Konsep Terapi Eksistensial Humanistik
Pandangan tentang Manusia
Terapi Eksistensial humanistik berfokus pada kondisi manusia. Pendekatan ini terutama adalah suatu sikap yang menekankan pada pemahaman atas manusia alih-alih   suatu   sistem   tehnik-tehnik  yang   digunakan   untuk   mempengaruhi   klien. Eksistensial humanistik berasumsi bahwa manusia pada dasarnya memiliki potensi-potensi  yang  baik  minimal  lebih  banyak  baiknya  dari  pada  buruknya. Terapi  eksistensial  humanistik  memusatkan  perhatian  untuk  menelaah  kualitas-kualitas insani, yakni  sifat-sifat  dan  kemampuan  khusus  manusia  yang  terpateri  pada eksistensial manusia, seperti  kemampuan  abstraksi,  daya  analisis  dan  sintesis,  imajinasi, kreatifitas, kebebasan sikap etis dan rasa estetika.
Terapi eksistensial humanistik berfokus pada kondisi manusia. Pendekatan ini terutama adalah suatu sikap yang menekankan pada pemahaman atas manusia alih-alih  suatu  sistem  tehnik-tehnik  yang digunakan  untuk  mempengaruhi  klien.  Oleh karena  itu,  pendekatan  eksistensial  humanistik  bukan  justru  aliran  terapi,  bukan pula  suatu  teori  tunggal  yang  sistematik suatu  pendekatan  yang  mencakup  terapi-terapi  yang  berlainan  yang  kesemuanya  berlandaskan  konsep-konsep  dan  asumsi-asumsi tentang manusia. 
Pendekatan   eksistensial   humanistik   mengembalikan pribadi kepada fokus sentral, memberikan  gambaran  tentang  manusia  pada  tarafnya yang  tertinggi.  Ia menunjukkan  bahwa  manusia  selalu  ada  dalam  proses  pemenjadian  dan  bahwa manusia  secara  sinambung  mengaktualkan  dan  memenuhi  potensinya.  Pendekatan eksistensial  humanistik  secara  tajam  berfokus  pada  fakta-fakta  utama  keberadaan manusia, kesadaran diri, dan kebebasan yang konsisten.
Menurut  teori  dari  Albert  Ellis  yang  berhubungan  dengan  eksistensi  manusia. Ia  menyatakan  bahwa  manusia  bukanlah  makhluk  yang  sepenuhnya  ditentukan secara biologis dan didorong oleh naluri-naluri. Ia melihat sebagai individu sebagai unik  dan  memiliki  kekuatan  untuk  menghadapi  keterbatasan-keterbatasan  untuk merubah pandangan-pandangan dan nilai-nilai   dasar   dan   untuk   mengatasi   kecenderungan-kecenderungan menolak diri-sendiri. Manusia mempunyai kesanggupan untuk   mengkonfrontasikan sistem-sistem nilainya sendiri dan menindoktrinasi diri dengan keyakinan-keyakinan, gagasan-gagasan dan nilai yang berbeda,  sehingga  akibatnya,  mereka  akan  bertingkah  laku  yang  berbeda  dengan cara mereka bertingkah laku dimasa lalu. Jadi karena berfikir dan bertindak sampai menjadikan dirinya bertambah, merekabukan korban-korban pengondisian masa lalu yang positif.

B.  Teknik-teknik Terapi Humanistik
1.      Person-centered Therapy (Carl R. Rogers)
Manifestasi teori kepribadian dalam keyakinan terhadap pendekatan PCT terdapat tiga kondisi yang membentuk iklim yang meningkatkan pertumbuhan tersebut, yaitu: (1) genuineness, realness or cogruence, (2) acceptance or caring or prizing-unconditional positive regard, dan (3) empathic understanding. Teknik ini dipakai secara lebih terbatas pada terapi mahasiswa dan orang-orang dewasa muda lain yang mengalami masalah-maalah penyesuaian diri yang sederhana. Carl Rogers berpendapat bahwa orang-orang memiliki kecenderungan dasar yang mendorong mereka ke arah pertumbuhan dan pemenuhan diri. Dalam pandangan Rogers gangguan-gangguan psikologis pada umumnya terjadi karena orang-orang lain menghambat individu dalam perjalanan menuju aktualisasi diri.
2.      Gestalt Therapy (Fritz Perls)
Tokoh dari terapi ini adalah Frederick dan Solomon perls. Gagasan dari psikoloogi gestalt yaitu keseluruhan yang lebih dari pada penjumlahan atas bagian-bagiannya. Teori gestalt bersifat antireduksionistik. Perls menggunakan kata gestalt untuk menerangkan satu-satunya hukum tentang fungsi manusia secara universal, yakni setiap organisme yang mempunyai kecenderungan mengarah kepada kebulatan. Segala sesuatu yang membahayakan organisme dan menimbulkan situasi yang belum selesai yang tentu saja perlu diselesaikan (sehingga menjadi bulat) . Tugas utama terapis adalah membantu pasien untuk mengalami sepenuhnya keberadaannya disini dan sekarang (here and now).
3.      Transactional Analysis (Eric Berne)
Terapi ini dikembangkan oleh Eric Berne. Transactional Analysis Therapy atau terapi Analisis Transaksional (A. T.) Analisis Transaksional merupakan bentuk terapi yang lebih memfokuskan pada kemampuan individu untuk mengambil keputusan baru. Terapi ini menekankan aspek kognitif-rasional-behavioral dalam membuat keputusan baru.
4.      Rational-Emotive Therapy (Albert Ellis)
Rasional emotive adalah teori yang berusaha memahami manusia sebagaimana adanya. Manusia adalah subjek yang sadar akan dirinya dan sadar akan objek-objek yang dihadapinya. Manusia adalah makhluk berbuat dan berkembang dan merupakan individu dalam satu kesatuan yang berarti manusia bebas, berpikir, bernafas, dan berkehendak. Pandangan pendekatan rasional emotif tentang kepribadian dapat dikaji dari konsep-konsep kunci teori Albert Ellis : ada tiga pilar yang membangun tingkah laku individu, yaitu Antecedent event (A), Belief (B), dan Emotional consequence (C). Kerangka pilar ini yang kemudian dikenal dengan konsep atau teori ABC.
5.      Logotherapy (Viktor Frankl)
Logotherapy dikembangkan oleh ahli saraf dan psikiater Viktor Frankl. Viktor E. Frankl dilahirkan di Wina, Austria pada tanggal 26 Maret 1905. Logotherapy berasal dari kata logos (Yunani), yang dapat diartikan sebagai arti dan semangat. Manusia butuh untuk mencari arti kehidupan mereka dan logoterapi membantu kliennya dalam pencarian. Logoterapi dilandasi keyakinan bahwa itu adalah berjuang untuk menemukan makna dalam kehidupan seseorang yang utama, yang paling kuat memotivasi dan pendorong dalam manusia.
6.      Existential Analysis (Rolloy May, James F. T. Bugental)
Konsep dasar terapi eksistensial adalah mengubah konsep berpikir, dari kondisi merasa lemah dan tidak berdaya menjadi lebih bertanggung jawab dan mampu mengontrol kehidupannya sendiri, menemukan jati dirinya, sehingga menemukan kesadaran diri sendiri yang dapat mengeliminasi perasaan tidak berarti (not being).

Kasus
Seorang siswa SMP pernah menjadi bahan bullying teman sekolahnya karena berasal dari keluarga kurang mampu. Kejadian itu berlangsung sekitar sebulan dan sudah tidak terjadi lagi karena guru bertindak tegas terhadap pelaku bullying, namun efek traumatis masih nampak pada siswa tersebut. Dia merasa bahwa dia tidak memiliki apa-apa, tidak mampu membantu kondisi ekonomi keluarga dan bahkan berfikir tidak mampu berprestasi. Lambat laun siswa tersebut sering mengabaikan tugas-tugas sekolah bahkan bolos sekolah.

Penanganan
Dari kasus diatas terapi yang digunakan konselor berupa existential analysis, konselor merubah konsep berfikir bahwa jika dia bolos adalah pilihan yang salah. Bersekolah dan melakukan tugas-tugas sekolah adalah pilihan terbaik, karena merupakan kewajiban bagi seorang anak seusianya. Jika dia merasa tidak mampu berprestasi itu juga salah, konselor meyakinkan bahwa setiap individu memiliki keunikan dan kemampuan berbeda. Konselor juga menyarankan siswa tersebut untuk mengikuti kegiatan ekstrakurikuler untuk menyalurkan dan melatih pada bidang apa yang dia sukai, sehingga dapat mengarahkan untuk menemukan jati diri ataupun menemukan prestasi dibidang lain.

Terapi Humanistik

Posted by : Unknown
Date :Sabtu, 18 Juni 2016
With 0komentar

Review Jurnal Kepuasan Kerja

| Senin, 11 Januari 2016
Baca selengkapnya »
Kelompok 4 (Pepaya):

  • Allysa Puspacinta
  • Andiani Dini Putri
  • Anisa Rahma Hanifa
  • Dinda Deniati Pandini
  • Nurfadillah Ami Santika
Review Jurnal Hubungan antara Kepuasan Kerja dan Resiliensi dengan Organizational Citizenship Behavior (OCB) pada Karyawan Kantor Pusat PT. BPD Bali

Judul
Hubungan antara Kepuasan Kerja dan Resiliensi dengan  Organizational Citizenship Behavior (OCB) pada Karyawan Kantor Pusat PT. BPD Bali
Penulis
I Gusti Ayu Agung Yesika Yuniar, Harlina Nurtjahjanti, dan Diana Rusmawati
Jurnal
Jurnal Psikologi Universitas Diponegoro
Vol. & Nomor
Vol. 9 No. 1
Tahun
2011
Reviewer
Allysa Puspacinta, Andiani Dini Putri, Anisa Rahma Hanifa, Dinda Deniati Pandini, & Nurfadillah Ami Santika
Tanggal Review
8 Desember 2016
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kepuasan kerja terhadap OCB, hubungan antara resiliensi terhadap OCB, serta hubungan antara kepuasan kerja dan resiliensi terhadap OCB pada karyawan Kantor Pusat PT. BPD Bali.
Latar Belakang
Penelitian ini juga dilatar belakangi oleh terbatasnya penelitian mengenai kepuasan kerja dan resiliensi dengan organizational citizenship behavior (OCB) karyawan Kantor Pusat PT. BPD Bali.
Subjek
Populasi penelitian ini berjumlah 187 orang dan sampel penelitian berjumlah 127 karyawan tetap Kantor Pusat PT. BPD Bali yang minimal telah bekerja selama dua tahun. (seluruh karyawan Kantor Pusat  PT. BPD Bali yang berjumlah 191 orang). Penentuan sampel menggunakan teknik proporsional sampling.
Metode
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah self-report questionare (Anastasi, 1997). Penelitian ini menggunakan skala psikologi sebagai alat pengumpulan data. Penelitian ini menggunakan tiga macam skala yaitu Skala OCB, Skala Resiliensi dan Skala Kepuasan Kerja. Ketiga skala tersebut menggunakan model skala Likert, dengan modifikasi alternatif jawaban menjadi lima respon yang terdiri dari pernyataan yang favorable (mendukung) dan unfavorable (tidak mendukung).
Kesimpulan
Tidak adanya  tanda negatif  pada koefisien korelasi menunjukkan hubungan yang positif. Hubungan positif artinya jika kepuasan kerja meningkat maka OCB meningkat juga atau sebaliknya. Mengingat signifikansi yang diperoleh maka dapat diartikan bahwa hubungan antara kepuasan kerja dengan OCB adalah signifikan. Jadi dapat disimpulkan H1 dan H2 diterima.Hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan antara kepuasan kerja dengan OCB. Karyawan akan melaksanakan tugas melebihi dari kewajiban formal yang ditentukan apabila mendapatkan kepuasan dalam bekerja. Kepuasan kerja dan resiliensi merupakan salahsatu faktor yang menentukan OCB.
Saran
Usaha meningkatkan OCB (Organizational Citizenship Behavior) karyawan berkaitan dengan pengaruh kepuasan kerja dan resiliensi, dapat disarankan sebagai berikut:
1.      Bagi Manajemen Kantor Pusat PT. BPD Bali
a.   Mengingat kepuasan kerja dan resiliensi berpengaruh positif, maka sebaiknya perusahaan lebih memperhatikan dan menghargai karyawan-karyawan yang bekerja diperusahaan tersebut.
b.      Memperhatikan aset yang dimiliki karyawan.
c.   Menumbuhkan rasa persaudaraan dan saling percaya di lingkungan kerja.
d.    Pimpinan atau manajemen perusahaan memperhatikan faktor-faktor lain seperti, budaya setempat, budaya dan iklim organisasi, kepribadian dan suasana hati (mood), masa kerja dan jenis kelamin (gender).
2.    Sedangkan bagi penelitian selanjutnya yang berminat untuk memperdalam topik yang sama, dapat mengembangkan penelitian selanjutnya dengan memperluas orientasi kancah penelitian dengan mempertimbangkan variabel lain yang mungkin berpengaruh terhadap varibel OCB.

Menurut kelompok kami jurnal yang berjudul  Hubungan Antara Kepuasan Kerja dan Resiliensi dengan Organizational Citizenship Behavior (OCB) pada Karyawan Kantor Pusat PT. BPD Bali” cukup baik karena peneliti menjelaskan laporang secara lengkap dengan menuliskan secara rinci teori yang mendukung penelitian. Peneliti juga menjelaskan dan menjabarkan hasil dan pembahasan dari penelitiannya. Peneliti juga memberikan saran berdasarkan data dan hasil yang diperoleh dari penelitian, bukan semata-mata menurut pendapat pribadi.

Review Jurnal Kepuasan Kerja

Posted by : Unknown
Date :Senin, 11 Januari 2016
With 0komentar
Next Prev
▲Top▲