Terapi Humanistik

| Sabtu, 18 Juni 2016

A.  Konsep Terapi Eksistensial Humanistik
Pandangan tentang Manusia
Terapi Eksistensial humanistik berfokus pada kondisi manusia. Pendekatan ini terutama adalah suatu sikap yang menekankan pada pemahaman atas manusia alih-alih   suatu   sistem   tehnik-tehnik  yang   digunakan   untuk   mempengaruhi   klien. Eksistensial humanistik berasumsi bahwa manusia pada dasarnya memiliki potensi-potensi  yang  baik  minimal  lebih  banyak  baiknya  dari  pada  buruknya. Terapi  eksistensial  humanistik  memusatkan  perhatian  untuk  menelaah  kualitas-kualitas insani, yakni  sifat-sifat  dan  kemampuan  khusus  manusia  yang  terpateri  pada eksistensial manusia, seperti  kemampuan  abstraksi,  daya  analisis  dan  sintesis,  imajinasi, kreatifitas, kebebasan sikap etis dan rasa estetika.
Terapi eksistensial humanistik berfokus pada kondisi manusia. Pendekatan ini terutama adalah suatu sikap yang menekankan pada pemahaman atas manusia alih-alih  suatu  sistem  tehnik-tehnik  yang digunakan  untuk  mempengaruhi  klien.  Oleh karena  itu,  pendekatan  eksistensial  humanistik  bukan  justru  aliran  terapi,  bukan pula  suatu  teori  tunggal  yang  sistematik suatu  pendekatan  yang  mencakup  terapi-terapi  yang  berlainan  yang  kesemuanya  berlandaskan  konsep-konsep  dan  asumsi-asumsi tentang manusia. 
Pendekatan   eksistensial   humanistik   mengembalikan pribadi kepada fokus sentral, memberikan  gambaran  tentang  manusia  pada  tarafnya yang  tertinggi.  Ia menunjukkan  bahwa  manusia  selalu  ada  dalam  proses  pemenjadian  dan  bahwa manusia  secara  sinambung  mengaktualkan  dan  memenuhi  potensinya.  Pendekatan eksistensial  humanistik  secara  tajam  berfokus  pada  fakta-fakta  utama  keberadaan manusia, kesadaran diri, dan kebebasan yang konsisten.
Menurut  teori  dari  Albert  Ellis  yang  berhubungan  dengan  eksistensi  manusia. Ia  menyatakan  bahwa  manusia  bukanlah  makhluk  yang  sepenuhnya  ditentukan secara biologis dan didorong oleh naluri-naluri. Ia melihat sebagai individu sebagai unik  dan  memiliki  kekuatan  untuk  menghadapi  keterbatasan-keterbatasan  untuk merubah pandangan-pandangan dan nilai-nilai   dasar   dan   untuk   mengatasi   kecenderungan-kecenderungan menolak diri-sendiri. Manusia mempunyai kesanggupan untuk   mengkonfrontasikan sistem-sistem nilainya sendiri dan menindoktrinasi diri dengan keyakinan-keyakinan, gagasan-gagasan dan nilai yang berbeda,  sehingga  akibatnya,  mereka  akan  bertingkah  laku  yang  berbeda  dengan cara mereka bertingkah laku dimasa lalu. Jadi karena berfikir dan bertindak sampai menjadikan dirinya bertambah, merekabukan korban-korban pengondisian masa lalu yang positif.

B.  Teknik-teknik Terapi Humanistik
1.      Person-centered Therapy (Carl R. Rogers)
Manifestasi teori kepribadian dalam keyakinan terhadap pendekatan PCT terdapat tiga kondisi yang membentuk iklim yang meningkatkan pertumbuhan tersebut, yaitu: (1) genuineness, realness or cogruence, (2) acceptance or caring or prizing-unconditional positive regard, dan (3) empathic understanding. Teknik ini dipakai secara lebih terbatas pada terapi mahasiswa dan orang-orang dewasa muda lain yang mengalami masalah-maalah penyesuaian diri yang sederhana. Carl Rogers berpendapat bahwa orang-orang memiliki kecenderungan dasar yang mendorong mereka ke arah pertumbuhan dan pemenuhan diri. Dalam pandangan Rogers gangguan-gangguan psikologis pada umumnya terjadi karena orang-orang lain menghambat individu dalam perjalanan menuju aktualisasi diri.
2.      Gestalt Therapy (Fritz Perls)
Tokoh dari terapi ini adalah Frederick dan Solomon perls. Gagasan dari psikoloogi gestalt yaitu keseluruhan yang lebih dari pada penjumlahan atas bagian-bagiannya. Teori gestalt bersifat antireduksionistik. Perls menggunakan kata gestalt untuk menerangkan satu-satunya hukum tentang fungsi manusia secara universal, yakni setiap organisme yang mempunyai kecenderungan mengarah kepada kebulatan. Segala sesuatu yang membahayakan organisme dan menimbulkan situasi yang belum selesai yang tentu saja perlu diselesaikan (sehingga menjadi bulat) . Tugas utama terapis adalah membantu pasien untuk mengalami sepenuhnya keberadaannya disini dan sekarang (here and now).
3.      Transactional Analysis (Eric Berne)
Terapi ini dikembangkan oleh Eric Berne. Transactional Analysis Therapy atau terapi Analisis Transaksional (A. T.) Analisis Transaksional merupakan bentuk terapi yang lebih memfokuskan pada kemampuan individu untuk mengambil keputusan baru. Terapi ini menekankan aspek kognitif-rasional-behavioral dalam membuat keputusan baru.
4.      Rational-Emotive Therapy (Albert Ellis)
Rasional emotive adalah teori yang berusaha memahami manusia sebagaimana adanya. Manusia adalah subjek yang sadar akan dirinya dan sadar akan objek-objek yang dihadapinya. Manusia adalah makhluk berbuat dan berkembang dan merupakan individu dalam satu kesatuan yang berarti manusia bebas, berpikir, bernafas, dan berkehendak. Pandangan pendekatan rasional emotif tentang kepribadian dapat dikaji dari konsep-konsep kunci teori Albert Ellis : ada tiga pilar yang membangun tingkah laku individu, yaitu Antecedent event (A), Belief (B), dan Emotional consequence (C). Kerangka pilar ini yang kemudian dikenal dengan konsep atau teori ABC.
5.      Logotherapy (Viktor Frankl)
Logotherapy dikembangkan oleh ahli saraf dan psikiater Viktor Frankl. Viktor E. Frankl dilahirkan di Wina, Austria pada tanggal 26 Maret 1905. Logotherapy berasal dari kata logos (Yunani), yang dapat diartikan sebagai arti dan semangat. Manusia butuh untuk mencari arti kehidupan mereka dan logoterapi membantu kliennya dalam pencarian. Logoterapi dilandasi keyakinan bahwa itu adalah berjuang untuk menemukan makna dalam kehidupan seseorang yang utama, yang paling kuat memotivasi dan pendorong dalam manusia.
6.      Existential Analysis (Rolloy May, James F. T. Bugental)
Konsep dasar terapi eksistensial adalah mengubah konsep berpikir, dari kondisi merasa lemah dan tidak berdaya menjadi lebih bertanggung jawab dan mampu mengontrol kehidupannya sendiri, menemukan jati dirinya, sehingga menemukan kesadaran diri sendiri yang dapat mengeliminasi perasaan tidak berarti (not being).

Kasus
Seorang siswa SMP pernah menjadi bahan bullying teman sekolahnya karena berasal dari keluarga kurang mampu. Kejadian itu berlangsung sekitar sebulan dan sudah tidak terjadi lagi karena guru bertindak tegas terhadap pelaku bullying, namun efek traumatis masih nampak pada siswa tersebut. Dia merasa bahwa dia tidak memiliki apa-apa, tidak mampu membantu kondisi ekonomi keluarga dan bahkan berfikir tidak mampu berprestasi. Lambat laun siswa tersebut sering mengabaikan tugas-tugas sekolah bahkan bolos sekolah.

Penanganan
Dari kasus diatas terapi yang digunakan konselor berupa existential analysis, konselor merubah konsep berfikir bahwa jika dia bolos adalah pilihan yang salah. Bersekolah dan melakukan tugas-tugas sekolah adalah pilihan terbaik, karena merupakan kewajiban bagi seorang anak seusianya. Jika dia merasa tidak mampu berprestasi itu juga salah, konselor meyakinkan bahwa setiap individu memiliki keunikan dan kemampuan berbeda. Konselor juga menyarankan siswa tersebut untuk mengikuti kegiatan ekstrakurikuler untuk menyalurkan dan melatih pada bidang apa yang dia sukai, sehingga dapat mengarahkan untuk menemukan jati diri ataupun menemukan prestasi dibidang lain.

0 komentar:

Posting Komentar

Next Prev
▲Top▲