A. Konsep Terapi Eksistensial
Humanistik
Pandangan tentang Manusia
Pandangan tentang Manusia
Terapi Eksistensial
humanistik berfokus pada kondisi manusia. Pendekatan ini terutama adalah suatu
sikap yang menekankan pada pemahaman atas manusia alih-alih suatu
sistem tehnik-tehnik yang
digunakan untuk mempengaruhi klien. Eksistensial humanistik berasumsi
bahwa manusia pada dasarnya memiliki potensi-potensi yang
baik minimal lebih
banyak baiknya dari
pada buruknya. Terapi eksistensial
humanistik memusatkan perhatian
untuk menelaah kualitas-kualitas insani, yakni sifat-sifat
dan kemampuan khusus
manusia yang terpateri
pada eksistensial manusia, seperti
kemampuan abstraksi, daya
analisis dan sintesis,
imajinasi, kreatifitas, kebebasan sikap etis dan rasa estetika.
Terapi eksistensial
humanistik berfokus pada kondisi manusia. Pendekatan ini terutama adalah suatu
sikap yang menekankan pada pemahaman atas manusia alih-alih suatu
sistem tehnik-tehnik yang digunakan untuk
mempengaruhi klien. Oleh karena
itu, pendekatan eksistensial
humanistik bukan justru
aliran terapi, bukan pula
suatu teori tunggal
yang sistematik suatu pendekatan
yang mencakup terapi-terapi
yang berlainan yang
kesemuanya berlandaskan konsep-konsep
dan asumsi-asumsi tentang
manusia.
Pendekatan eksistensial humanistik
mengembalikan pribadi kepada fokus sentral, memberikan gambaran
tentang manusia pada
tarafnya yang tertinggi. Ia menunjukkan bahwa
manusia selalu ada dalam proses
pemenjadian dan bahwa manusia
secara sinambung mengaktualkan
dan memenuhi potensinya.
Pendekatan eksistensial
humanistik secara tajam
berfokus pada fakta-fakta
utama keberadaan manusia,
kesadaran diri, dan kebebasan yang konsisten.
Menurut teori
dari Albert Ellis
yang berhubungan dengan
eksistensi manusia. Ia menyatakan
bahwa manusia bukanlah
makhluk yang sepenuhnya
ditentukan secara biologis dan didorong oleh naluri-naluri. Ia melihat
sebagai individu sebagai unik dan memiliki
kekuatan untuk menghadapi
keterbatasan-keterbatasan untuk merubah
pandangan-pandangan dan nilai-nilai
dasar dan untuk
mengatasi kecenderungan-kecenderungan
menolak diri-sendiri. Manusia mempunyai kesanggupan untuk mengkonfrontasikan sistem-sistem nilainya sendiri
dan menindoktrinasi diri dengan keyakinan-keyakinan, gagasan-gagasan dan nilai
yang berbeda, sehingga akibatnya,
mereka akan bertingkah
laku yang berbeda
dengan cara mereka bertingkah laku dimasa lalu. Jadi karena berfikir dan
bertindak sampai menjadikan
dirinya bertambah, merekabukan korban-korban pengondisian masa lalu yang
positif.
B. Teknik-teknik
Terapi Humanistik
1. Person-centered Therapy (Carl R.
Rogers)
Manifestasi teori kepribadian dalam
keyakinan terhadap pendekatan PCT terdapat tiga kondisi yang membentuk iklim
yang meningkatkan pertumbuhan tersebut, yaitu: (1) genuineness, realness or
cogruence, (2) acceptance or caring or prizing-unconditional positive regard,
dan (3) empathic understanding. Teknik ini dipakai secara lebih terbatas pada
terapi mahasiswa dan orang-orang dewasa muda lain yang mengalami masalah-maalah
penyesuaian diri yang sederhana. Carl Rogers berpendapat bahwa orang-orang
memiliki kecenderungan dasar yang mendorong mereka ke arah pertumbuhan dan
pemenuhan diri. Dalam pandangan Rogers gangguan-gangguan psikologis pada
umumnya terjadi karena orang-orang lain menghambat individu dalam perjalanan
menuju aktualisasi diri.
2. Gestalt Therapy (Fritz Perls)
Tokoh dari terapi ini adalah
Frederick dan Solomon perls. Gagasan dari psikoloogi gestalt yaitu keseluruhan
yang lebih dari pada penjumlahan atas bagian-bagiannya. Teori gestalt bersifat
antireduksionistik. Perls menggunakan kata gestalt untuk menerangkan satu-satunya
hukum tentang fungsi manusia secara universal, yakni setiap organisme yang
mempunyai kecenderungan mengarah kepada kebulatan. Segala sesuatu yang
membahayakan organisme dan menimbulkan situasi yang belum selesai yang tentu
saja perlu diselesaikan (sehingga menjadi bulat) . Tugas utama terapis adalah
membantu pasien untuk mengalami sepenuhnya keberadaannya disini dan sekarang
(here and now).
3. Transactional Analysis (Eric Berne)
Terapi ini dikembangkan oleh Eric
Berne. Transactional Analysis Therapy atau terapi Analisis Transaksional (A.
T.) Analisis Transaksional merupakan bentuk terapi yang lebih memfokuskan pada
kemampuan individu untuk mengambil keputusan baru. Terapi ini menekankan aspek
kognitif-rasional-behavioral dalam membuat keputusan baru.
4. Rational-Emotive Therapy (Albert
Ellis)
Rasional emotive adalah teori yang
berusaha memahami manusia sebagaimana adanya. Manusia adalah subjek yang sadar
akan dirinya dan sadar akan objek-objek yang dihadapinya. Manusia adalah
makhluk berbuat dan berkembang dan merupakan individu dalam satu kesatuan yang
berarti manusia bebas, berpikir, bernafas, dan berkehendak. Pandangan
pendekatan rasional emotif tentang kepribadian dapat dikaji dari konsep-konsep
kunci teori Albert Ellis : ada tiga pilar yang membangun tingkah laku individu,
yaitu Antecedent event (A), Belief (B), dan Emotional consequence (C). Kerangka
pilar ini yang kemudian dikenal dengan konsep atau teori ABC.
5. Logotherapy (Viktor Frankl)
Logotherapy dikembangkan oleh ahli
saraf dan psikiater Viktor Frankl. Viktor E. Frankl dilahirkan di Wina, Austria
pada tanggal 26 Maret 1905. Logotherapy berasal dari kata logos (Yunani), yang
dapat diartikan sebagai arti dan semangat. Manusia butuh untuk mencari arti
kehidupan mereka dan logoterapi membantu kliennya dalam pencarian. Logoterapi
dilandasi keyakinan bahwa itu adalah berjuang untuk menemukan makna dalam
kehidupan seseorang yang utama, yang paling kuat memotivasi dan pendorong dalam
manusia.
6. Existential Analysis (Rolloy May,
James F. T. Bugental)
Konsep dasar terapi eksistensial
adalah mengubah konsep berpikir, dari kondisi merasa lemah dan tidak berdaya
menjadi lebih bertanggung jawab dan mampu mengontrol kehidupannya sendiri,
menemukan jati dirinya, sehingga menemukan kesadaran diri sendiri yang dapat
mengeliminasi perasaan tidak berarti (not being).
Kasus
Seorang
siswa SMP pernah menjadi bahan bullying teman sekolahnya karena berasal dari
keluarga kurang mampu. Kejadian itu berlangsung sekitar sebulan dan sudah tidak
terjadi lagi karena guru bertindak tegas terhadap pelaku bullying, namun efek
traumatis masih nampak pada siswa tersebut. Dia merasa bahwa dia tidak memiliki
apa-apa, tidak mampu membantu kondisi ekonomi keluarga dan bahkan berfikir tidak
mampu berprestasi. Lambat laun siswa tersebut sering mengabaikan tugas-tugas
sekolah bahkan bolos sekolah.
Penanganan
Dari
kasus diatas terapi yang digunakan konselor berupa existential analysis,
konselor merubah konsep berfikir bahwa jika dia bolos adalah pilihan yang salah.
Bersekolah dan melakukan tugas-tugas sekolah adalah pilihan terbaik, karena merupakan
kewajiban bagi seorang anak seusianya. Jika dia merasa tidak mampu berprestasi
itu juga salah, konselor meyakinkan bahwa setiap individu memiliki keunikan dan
kemampuan berbeda. Konselor juga menyarankan siswa tersebut untuk mengikuti
kegiatan ekstrakurikuler untuk menyalurkan dan melatih pada bidang apa yang dia
sukai, sehingga dapat mengarahkan untuk menemukan jati diri ataupun menemukan
prestasi dibidang lain.