A. INDIVIDU
YANG SEHAT MENTAL
Pribadi yang normal/ bermental sehat
adalah pribadi yang menampilkan tingkah laku yang adekuat & bisa diterima
masyarakat pada umumnya, sikap hidupnya sesuai norma & pola kelompok
masyarakat, sehingga ada relasi interpersonal & intersosial yang memuaskan
(Kartono, 1989). Sedangkan menurut Karl Menninger, individu yang sehat
mentalnya adalah mereka yang memiliki kemampuan untuk menahan diri, menunjukkan
kecerdasan, berperilaku dengan menenggang perasaan orang lain, serta memiliki sikap
hidup yang bahagia. Saat ini, individu yang sehat mental dapat dapat
didefinisikan dalam dua sisi, secara negative dengan absennya gangguan mental
dan secara positif yaitu ketika hadirnya karakteristik individu sehat mental.
Adapun karakteristik individu sehat mental mengacu pada kondisi atau
sifat-sifat positif, seperti: kesejahteraan psikologis (psychological
well-being) yang positif, karakter yang kuat serta sifat-sifat baik/
kebajikan (virtues) (Lowenthal, 2006).
B. KONSEP SEHAT
Konsep Sehat Berdasarkan :
1.
Dimensi Emosi
Orang yang sehat secara
emosi dapat terlihat dari kestabilan dan kemampuannya mengontrol dan
mengekspresikan perasaan (marah, sedih atau senang) secara tidak berlebihan.
Mampu mendidiplikan diri.
2.
Dimensi Intelektual
Dikatakan sehat secara intelektual yaitu jika seseorang
memiliki kecerdasan dalam kategori yang baik mampu melihat realitas. Memilki
nalar yang baik dalam memecahkan masalah atau mengambil keputusan
3.
Dimensi Sosial
Sehat secara sosial
dapat dikatakan mereka yang bisa berinteraksi dan berhubungan baik dengan
sekitarnya.mampu untuk bekerja sama
4.
Dimensi Fisik
Dikatakan sehat bila
secara fisiologis (fisik) terlihat normal tidak cacat, tidak mudah sakit, tidak
kekurangan sesuatu apapun
5.
Dimensi spiritual
adalah mereka yang memiliki
suatu kondisi ketenangan jiwa dengan id mereka Secara rohani dianggap sehat
karena pikirannya jernih tidak melakukan atau bertindak hal-hal yang diluar
batas kewajaran sehingga bisa berpikir rasional
C. SEJARAH PERKEMBANGAN
KESEHATAN MENTAL
1.
Zaman Prasejarah
Manusia purba sering mengalami gangguan mental atau fisik, seperti
infeksi, artritis, dll.
2.
Zaman peradaban awal
Phytagoras (orang yang pertama memberi penjelasan alamiah terhadap
penyakit mental) Hypocrates (Ia berpendapat penyakit atau gangguan otak adalah
penyebab penyakit mental). Plato (gangguan mental sebagian gangguan moral,
gangguan fisik dan sebagiaan lagi dari dewa dewa)
3.
Zaman Renaissesus
Pada zaman ini di beberapa negara Eropa, para tokoh keagamaan, ilmu
kedokteran dan filsafat mulai menyangkal anggapan bahwa pasien sakit mental
tenggelam dalam dunia tahayul.
4.
Zaman Pra Ilmiah
a.
Animisme
Sejak zaman dulu gangguan mental telah muncul dalam konsep primitif,
yaitu kepercayaan terhadap faham animisme bahwa dunia ini diawasi atau dikuasai
oleh roh-roh atau dewa-dewa. Orang Yunani kuno percaya bahwa orang mengalami
gangguan mental, karena dewa marah kepadanya dan membawa pergi jiwanya. Untuk
menghindari kemarahannya, maka mereka mengadakan perjamuan pesta (sesaji)
dengan mantra dan kurban.
b.
Naturalisme
Suatu aliran yang berpendapat bahwa gangguan mental dan fisik itu akibat
dari alam. Hipocrates (460-367) menolak pengaruh roh, dewa, setan atau hantu
sebagai penyebab sakit. Dia mengatakan, Jika anda memotong batok kepala, maka
anda akan menemukan otak yang basah, dan mencium bau amis. Tapi anda tidak akan
melihat roh, dewa, atau hantu yang melukai badan anda. Seorang dokter Perancis,
Philipe Pinel (1745-1826) menggunakan filsafat politik dan sosial yang baru
untuk memecahkan problem penyakit mental. Dia terpilih menjadi kepala Rumah
Sakit Bicetre di Paris. Di rumah sakit ini, pasiennya dirantai, diikat ketembok
dan tempat tidur. Para pasien yang telah di rantai selama 20 tahun atau lebih,
dan mereka dianggap sangat berbahaya dibawa jalan-jalan di sekitar rumah sakit.
Akhirnya, diantara mereka banyak yang berhasil, mereka tidak lagi menunjukkan
kecenderungan untuk melukai atau merusak dirinya.
5.
Zaman Modern
Perubahan luar biasa dalam sikap dan cara pengobatan gangguan mental
terjadi pada saat berkembangnya psikologi abnormal dan psikiatri di Amerika
pada tahun 1783. Ketika itu Benyamin Rush (1745-1813) menjadi anggota staf
medis di rumah sakit Pensylvania. Di rumah sakit ini ada 24 pasien yang
dianggap sebagai lunatics (orang gila atau sakit ingatan). Pada waktu itu
sedikit sekali pengetahuan tentang penyebab dan cara menyembuhkan penyakit
tersebut. Akibatnya pasien-pasien dikurung dalam ruang tertutup, dan mereka
sekali-kali diguyur dengan air.
Rush melakukan suatu usaha yang sangat berguna untuk memahami orang-orang
yang menderita gangguan mental tersebut melalui penulisan artikel-artikel.
Secara berkesinambungan, Rush mengadakan pengobatan kepada pasien dengan
memberikan dorongan (motivasi) untuk mau bekerja, rekreasi, dan mencari
kesenangan.
Pada tahun 1909, gerakan mental Hygiene secara formal mulai muncul.
Perkembangan gerakan mental hygiene ini tidak lepas dari jasa Clifford Whitting
Beers (1876-1943) bahkan karena jasanya itu ia dinobatkan sebagai The Founder
of the Mental Hygiene Movement. Dia terkenal karena pengalamannya yang luas
dalam bidang pencegahan dan pengobatan gangguan mental dengan cara yang sangat
manusiawi.
Pada tahun 1950, organisasi mental hygiene terus bertambah, yaitu dengan
berdirinya National Association for Mental Health. Gerakan mental hygiene ini
terus berkembang sehingga pada tahun 1975 di Amerika terdapat lebih dari seribu
perkumpulan kesehatan mental. Di belahan dunia lainnya, gerakan ini
dikembangkan melalui The World Federation forMental Health dan The World Health
Organization.
D. PENDEKATAN KESEHATAN
MENTAL
1.
Orientasi Klasik
Orientasi klasik yang umumnya digunakan dalam kedokteran termasuk
psikiatri mengartikan sehat sebagai kondisi tanpa keluhan, baik fisik maupun
mental. Orang yang sehat adalah orang yang tidak mempunyai keluhan tentang
keadaan fisik dan mentalnya. Sehat fisik artinya tidak ada keluhan fisik.
Sedang sehat mental artinya tidak ada keluhan mental. Dalam ranah psikologi,
pengertian sehat seperti ini banyak menimbulkan masalah ketika kita berurusan
dengan orang-orang yang mengalami gangguan jiwa yang gejalanya adalah
kehilangan kontak dengan realitas. Orang-orang seperti itu tidak merasa ada
keluhan dengan dirinya meski hilang kesadaran dan tak mampu mengurus dirinya
secara layak. Pengertian sehat mental dari orientasi klasik kurang memadai
untuk digunakan dalam konteks psikologi. Mengatasi kekurangan itu dikembangkan
pengertian baru dari kata ‘sehat’. Sehat atau tidaknya seseorang secara mental
belakangan ini lebih ditentukan oleh kemampuan penyesuaian diri terhadap
lingkungan. Orang yang memiliki kemampuan menyesuaikan diri dengan
lingkungannya dapat digolongkan sehat mental. Sebaliknya orang yang tidak dapat
menyesuaikan diri digolongkan sebagai tidak sehat mental.
2.
Penyesuain Diri
Dengan menggunakan orientasi penyesuaian diri, pengertian sehat mental
tidak dapat dilepaskan dari konteks lingkungan tempat individu hidup. Oleh
karena kaitannya dengan standar norma lingkungan terutama norma sosial dan
budaya, kita tidak dapat menentukan sehat atau tidaknya mental seseorang dari
kondisi kejiwaannya semata. Ukuran sehat mental didasarkan juga pada hubungan
antara individu dengan lingkungannya. Seseorang yang dalam masyarakat tertentu
digolongkan tidak sehat atau sakit mental bisa jadi dianggap sangat sehat
mental dalam masyarakat lain. Artinya batasan sehat atau sakit mental bukan
sesuatu yang absolut. Berkaitan dengan relativitas batasan sehat mental, ada
gejala lain yang juga perlu dipertimbangkan. Kita sering melihat seseorang yang
menampilkan perilaku yang diterima oleh lingkungan pada satu waktu dan
menampilkan perilaku yang bertentangan dengan norma lingkungan di waktu lain.
Misalnya ia melakukan agresi yang berakibat kerugian fisik pada orang lain pada
saat suasana hatinya tidak enak tetapi sangat dermawan pada saat suasana
hatinya sedang enak. Dapat dikatakan bahwa orang itu sehat mental pada waktu
tertentu dan tidak sehat mental pada waktu lain. Lalu secara keseluruhan
bagaimana kita menilainya? Sehatkah mentalnya? Atau sakit? Orang itu tidak dapat
dinilai sebagai sehat mental dan tidak sehat mental sekaligus.
3.
Pengembangan Potensi
Seseorang dikatakan mencapai taraf kesehatan jiwa, bila ia mendapat kesempatan untuk mengembangkan
potensialitasnya menuju kedewasaan, ia bisa dihargai oleh orang lain dan
dirinya sendiri. Dalam psiko-terapi (Perawatan Jiwa) ternyata yang menjadi
pengendali utama dalam setiap tindakan dan perbuatan seseorang bukanlah akal
pikiran semata-mata, akan tetapi yang lebih penting dan kadang-kadang sangat
menentukan adalah perasaan. Telah terbukti bahwa tidak selamanya perasaan
tunduk kepada pikiran, bahkan sering terjadi sebaliknya, pikiran tunduk kepada
perasaan. Dapat dikatakan bahwa keharmonisan antara pikiran dan perasaanlah
yang membuat tindakan seseorang tampak matang dan wajar. Sehingga dapat
dikatakan bahwa tujuan Hygiene mental atau kesehatan mental adalah mencegah
timbulnya gangguan mental dan gangguan emosi, mengurangi atau menyembuhkan
penyakit jiwa serta memajukan jiwa. Menjaga hubungan sosial akan dapat
mewujudkan tercapainya tujuan masyarakat membawa kepada tercapainya
tujuan-tujuan perseorangan sekaligus. Kita tidak dapat menganggap bahwa
kesehatan mental hanya sekedar usaha untuk mencapai kebahagiaan masyarakat,
karena kebahagiaan masyarakat itu tidak akan menimbulkan kebahagiaan dan
kemampuan individu secara otomatis, kecuali jika kita masukkan dalam
pertimbangan kita, kurang bahagia dan kurang menyentuh aspek individu, dengan
sendirinya akan mengurangi kebahagiaan dan kemampuan sosial.
Referensi :
Lindzey,
gardner.1993.Teori – Teori Psikodinamik.Yogyakarta: Penerbit Kanisius
Schultz,
Duane.1991.Psikologi Pertumbuhan.Yogyakarta: Penerbit Kanisius
Kartika. 2102. Kesehatan Mental. Semarang: UPT UNDIP Press Semarang
0 komentar:
Posting Komentar